Hitam-Putih

Dalam hidup ini, manusia butuh kebenaran. Untuk menemukan kebenaran, manusia bertungkus lumus. Ada banyak cara yang dilakukan, banyak hal yang dikorbankan dan banyak hal pula yang ditinggalkan untuk mencari kebenaran.

Apabila telah menemui kebenaran, manusia biasanya merasakan ketenangan lalu terbuai dalam ketenangan itu. Banyak orang lalu mengaktualkan kebenaran itu agar juga dapat dinikmati oleh orang lain. Lalu muncullah gerakan meyebarkan kebenaran yang oleh orang Islam disebut Dakwah, mungkin setara dengan missi dalam pendekatan Katolik.

Khusus di Islam, ada tuntutan untuk mengaktualkan kebenaran dalam bentuk yang lebih tegas. Ada hadis yang bicara agar orang menegakkan kebenaran dengan tangan, lisan dan hati pada tingkat terakhir. Namun yang terakhir dicela sebagai kelemahan iman.

Namun untuk zaman modern ini sangat sulit untuk menemukan kebenaran yang mutlak. Hampir semua hal berada pada wilayah abu-abu sehingga sangat sulit apabila harus mengambil sikap tegas. Contoh yang nyata adalah pada kasus sikap Indonesia dalam resolusi 1747 tentang Iran. Sikap yang benar menurut satu pihak adalah bahwa Indonesia harus menolak menyepakati resolusi itu karena Iran berhak melakukan pengayaan uranium sehingga harus dibela. Namun, sikap ini mungkin akan berbahaya bagi kepentingan nasional Indonedia sendiri yang memang lemah dan tergantung pada Barat (baca:USA).

Ketergantungan Indonesia terhadap Barat menjadikan negeri ini tidak bisa bersikap berbeda daripada apa yang diinginkan Barat. Hitung-hitungannya mungkin Indonesia akan menerima resiko berupa pengurangan bantuan atau bahkan pengucilan dari hubungan Internasional.

Oleh karena itu, makin sulit untuk menemukan mana yang benar antara pilihan pertama dan kedua. Ataukah memang sudah seharusnya kebenaran pragmatis menjadi pilihan?


Post a Comment

0 Comments

Recent Posts