Omongan

Terkadang di tempat dan lingkungan baru dengan orang-orang yang sama sekali baru dan tidak kita kenal sebelumnya, dibutuhkan penyesuaian agar bisa berkomunikasi dengan cair. Tentang keterampilan seperti ini, terus terang saya agak kewalahan. Berkali-kali saya bertemu dengan banyak orang di beberapa forum, saya agak lama tercenung untuk kemudian menyesuaikan diri dengan aura orang-orang di sana. Akan tetapi, bila telah mulai berkenalan, mulai ada tema-tema yang enak dibincangkan, situasinya mulai berbeda.

Akan tetapi saya ingin menceritakan ketika sebuah pelatihan yang saya ikuti di Jakarta. Saat itu, di ruang training yang semua pesertanya menghadap ke depan -sebuah training yang menyebalkan- belum ada yang saling kenal kecuali senyam-senyum sedikit dengan peserta lain di kiri kanan. Kalau agak agresif, mungkin bisa ngobrol agak lebih jauh dari sekadar nama. Namun tetap saja, hanya beberapa orang yang bisa dikenali secara langsung. Selebhnya, sekitar 50 orang peserta belum punya momen untuk saling mengenal walau sekadar basa-basi.

Pagi itu, Instrukturnya masuk dan mulai menghidangkan kepingan-demi kepingan materi. lagi-lagi begitu membosankan. Bayangkan saja, kita sudah diberikan  buku panduan yang bisa dibaca, eh si instruktur malah membuka laptop dan mulai memajang slide yang sama sepeti yang ada di buku panduan. Kalau begini caranya, buat apa? kupikir.

Namun di situlah hebatnya si tukang omong. Dengan pedenya ia menyela setiap pembicaraan instruktur. Lucu, dan bikin semua tertawa. Awalnya saya merasa terhibur dan ngiri. Terhibur karena bisa mengalihkan pikiran dari kebosanan yang menghimpit dan butuh dilegakan, namun juga iri karena bukan saya yang melakukan itu. Saya benar-benar iri. saya juga ingin bisa cuek seperti itu dan tanpa beban walau di lingkungan baru yang belum dikenal.

Namun lama-kelamaan, situasi seperti ini mulai berubah. Dari hanya reaksi berupa geleng-geleng leher sehingga kepala juga bergerak, sampai ke mecibir dan mengedipkan mata ke teman yang lain seolah berkata, "udah gile tuh orang."

Wajar saja menurutku reaksi itu terjadi karena hampir semua orang yang lain mulai merasa terganggu. Apalagi instruktur kedua yang cukup cantik. Menurutku mirip Novita Anggie.. :). Awalnya si ibu instruktur mencoba ngelayanin si tukang ngocol namun lama-kelamaan, si ibu mulai merasa terjebak karena si tukang ngocol malah menjadi jadi memotong setipa kalimat dn bahkan kata! Dan keluarlah ungkapan dari si ibu, "Biasanya yang kayak gini pas post test gak lulus lho..," Eh si tukang ngocol malah menjawab, "Gak pa pa, kan ketemu ibu lagi." Kan gak lucu karena si instruktur lagi hameel.

Hari terakhir berakhir pula training dengan post testnya.. dan akhirnya si jago ngocol memang gak lulus..he..he.. Semua jawabannya nyaris salah dan dipanggil ke depan untuk menulang post test di hadapan kita yang udah pada nyantai..

Buat saya, andainya saya menjadi dia, ini bisa jadi beban berat, Malunya gak tahan ding! Tapi si jago ngocol cuman cengar-cengir walau sebanarnya kulihat di raut wajahnya ada getir menahan malu... Benar kata Almarhumah Iyak (nenek)ku ; Beriak Tanda Tak Dalam, Berguncang Tanda Tak Penuh...
Nah Loe!!

Post a Comment

0 Comments

Recent Posts