Kembalikan Semangat Tabuik: Hayya Husayn



Jikalau raga diciptakan untuk menyongsong kematian, maka kematian di ujung pedang di jalan Allah jauh lebih baik dan mulia ketimbang mati di atas ranjang.

(Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib as)

"Hoyak Husen ! Hoyak Husen"

Teriakan semakin menggema memecah ketengangan Kota Pariaman yang telah terlelap dalam tahun berlalu. Teriakan yang hanya berulang setiap tahun, pada awal bulan Muharram menyambut datangnya hari Assyura, 10 Muharram. Semarak wajah kota, pantai Gondoriah yang menawan.

"Hoyak Husen !"

Teriakan terus bergema. Sebuah arakan besar dengan tandu berbadan kuda. Tandu dengan arakan tinggi. Sebuah bangunan kayu berpayung indah. Delapan payung hiasan menjuntai tergoyang-goyang. Tingginya 15 meter, beratnya 500 kg. Tubuhnya seperti kuda, berkepala perempuan cantik terus berjalan menuju Gondoriah sore itu.

"Hoyak Husen"

Ratusan lelaki tergopoh sambil mengangkat beban setelah "Pertempuran Karbela". Mereka terus berteriak atas nama jasad yang untuk namanya arakan terus berjalan ratusan tahun. Sang Pemimpin mereka, Imam Husayn a.s. telah dibantai. Sosok mulia itu telah berubah menjadi potongan daging tanpa kepala dan bertatahkan luka...

"Hoyak Husen"

Arakan terus menuju. ratusan lelaki terus mengarak keranda berbadan kuda berkepala perempuan cantik. Di dalamnya ruh sang Imam yang baru saja Syahid dipangku. Pantai Gondoriah sore itu temaram..


"Hoyak Husen"

Dan arakan telah mencapai bibir Pantai Gondoriah. Saatnya merelakan kepergian Sang Imam Syahid. Keranda diapungkan di pantai. Selang beberapa saat, ombak menyapunya, menarik ke lautan. Sementara puluhan bahkan ratusan ribu orang, tua, muda, lelaki dan perempuan berpacu dengan ombak, meraih segala sisa dari potongan keranda arakan, dibawa pulang sebagai kenangan, mungkin jimat.

"Hoyak Husen"

Keranda telah hancur, ruh agung telah pergi. Selamat jalan, Imam Husayn Asy Syahid, Sang pemimpin. Bersama hanyutnya kerandamu di Laut Hindia, lepas Pantai Gondoriah, kami relakan kepergianmu..

Selamat Jalan, Ajarkan kami semangatmu melawan tiran

Bersama Al-Husayn, Hancurkan Tirani

"Hayya Husayn"


***
Sekelumit cerita, upacara Tabuik di Pariaman Sumatera Barat sebagaimana saya paparkan di atas, diilhami oleh kesyahidan Imam Husayn a.s. cucu Rasul Muhammad SAW, Putra Imam Ali a.s. dan Adik Imam Hasan a.s. Setelah Mu'awwiyah semakin kuat, putranya Yazid ditunjuk sebagai Khalifah dan Ummah diperintahkan dengan paksa untuk berbaiat padanya. Imam Husayn, tidak bisa tinggal diam. Sebagai orang yang mewarisi nilai Islam paling hakiki, ia harus melawan tiran. Seorang pemabuk, lelaki yang suka berfoya-foya dan menikmati perempuan tanpa jalan sah, telah dipaksakan untuk diterima sebagai Pemimpin Orang Beriman (Amirul Mu'minin).

Sebagai pemimpin setelah terbunuhnya kakaknya, Imam Hasan a.s., Imam Husayn a.s. pun lebih cenderung memilih jalan pendahulunya, Imam Ali a.s. Sejarah mencatat Imam Ali a.s. menerima kepemimpinan Abu Bakar, Umar dan Utsman, karena mereka dilihat berusaha menegakkan Islam, mempertahankan kezuhudan dan menunjukki umat ke jalan yang benar. Apalagi yang diinginkan oleh Amirul Mu'minin a.s. selain itu? Walaupun kekuasaan tidak ditangannya, cukuplah komitmen dan kebajikan ketiga orang itu menjadi dasar memberikan apresiasi pada mereka. Namun, di masa Imam Husayn, keadaan berbeda. Yazid tidak bisa dibiarkan. Banu Umayyah semakin menjadi-jadi.

Imam Husayn a.s. menyiapkan perlawanan di Kufah. Dalam perjalanan dari Madinah menuju Kufah, di Padang Karbala, tubuh suci itu bersama 70 kerabat Ahlul Bayt Rasul dihadang oleh lebih dari 4000 pasukan Yazid. Imam a.s. dan keluarganya bertahan sampai titik darah penghabisan, hingga darah itu benar-benar habis. Wajah suci dan mulia, kecintaan Rasul itu, dihabisi, dimutilasi, dan diinjak oleh mereka yang mengaku pengikut kakeknya, Rasul Muhammad Saw. Kematian beliau adalah penyesalan yang terus membekas di dada kaum Muslimin.

"Hoyak Husen", kalimat yang terus diteriakkan dalam upacara Tabuik adalah ungkapan perlawanan. Kalimat itu sebenarnya berasal dari kata "Hayya Husayn" artinya "Hidup Husayn". Kita melawan, kalian boleh membunuh Imam Husayn a.s., namun ia tetap hidup, tetap hidup, tetap hidup, di hati kami, di sanubari kami, di semangat kami, di perlawanan kami, di motivasi kami. Imam Husayn a.s. tetap hidup untuk ditiru, lihatlah Yazid yang dilupakan, dihina bahkan dicaci, menjadi contoh keburukan dan kebejatan pemimpin. Dan Imam Husayn a.s. telah menang, Ia hidup.

"Hayya Husayn"

Namun sayang, saya tidak tahu apakah mereka yang meneriakkan kata ini di Pariaman, paham akan semangat Imam Husayn a.s. Dalam bahasa Minang, "Hoyak Husen" berarti, "Goncangkan Husen". Saya sendiri waktu kecil dengan teman-teman, suka naik ke atas pohon yang tumbang, lalu menggoyang-goyangkannya, sambil tertawa bersama dan bernyanyi semangat, "Hoyak Husen".

Saya tahu bahwa makna sebenarnya "Hoyak Husen" adalah "Hayya Husayn" baru sekitar 5 tahun yang lalu. Jangan-jangan, mereka yang meneriakkan kata "Hoyak Husen" di upacara Tabuik juga tidak mengerti maknanya, seperti saya waktu kecil, karena memang pada prakteknya, tabuik itu digoyang-goyangkan sampai terguncang.

Makna perjuangan Imam Syahid a.s. telah tereduksi. Pemerintah daerah menyebut Upacara Tabuik sebagai Pesta Tabuik atau Festival Tabuik. Puluhan juta digelontorkan untuk membuat Tabuik. Puluhan Milyar uang keluar pada hari itu. Semua tertawa dan kota semarak. Aneh, hari yang sebenarnya adalah hari berkabung, kedukaan atas terbunuhnya Sang Imam a.s., berubah menjadi pesta pora anak manusia. Arena yang seharusnya dijadikan ruang kontemplasi semangat juangnya, berubah menjadi lautan manusia yang asyik menikmati hiburan.

Dan para pejabat tersenyum. Bertepuk tangan dalam "Pesta" perkabungan itu. Mereka duduk di suatu tempat yang terlindungi dari panas, menonton arakan Tabuik dengan senyum. Ah, Bukankah Imam Husayn a.s. bergerak karena melawan penguasa yang seperti itu? Andai Imam Husayn a.s.tahu..

Dan Perkabungan Kematian Imam Husayn a.s., berubah menjadi "Pesta Kematiannya"

Maafkan kelalaian kami, Wahai Imam Syahid..

Salam kepada jasad yang berlumuran darah
Salam kepada jasad yang berhiaskan tancapan anak panah
Salam kepada kepala yang selalu diciumi kakeknya
Salam kepada orang kelima di antara ash-hâb al-kisa'
Salam kepada orang yang terasing di Karbala
Salam bagimu, wahai Aba Abdillah, al-Husain…

Allahumma Shalli 'Alaa Muhammad Wa Aali Muhammad

Post a Comment

0 Comments

Recent Posts